pns dngn mryang gmbira…

kisah kasih PNS ceria

BJ VS Taxi : A Critical Observation of Salemba-Kayuputih Route Desember 21, 2011

Filed under: Blog Ndableg! — kringetdingin @ 4:48 pm
Tags: , , ,

Originally posted on Wednesday, 10 September 2008 at 11:27

===

It’s been more than two weeks that I’m back being a student. Only this time my schedule starts at 18:30. And I’m a grad student.

Although they call it executive class, doesn’t mean I have to do everything in executive way (generally doesn’t really care about how much money they spent, especially when the amount is not much), which means I still care about how much money I spent for almost everything, including transportation.

To get to the campus, I can always ask anyone at home to drive me there or wherever I will be, I can always have someone to give me a ride there. But to get home is another thing.

Some ask me why don’t I drive to and from campus, simple answer. Parking, Gas, Preman, and Bencong (I’m a brave woman, but chicken shit anytime I see bencong and drunken preman singing and begging for money, especially at night)

Thank God, my house is not too far from the campus in Salemba, and there are many public transportation available to get me home, of course, when it’s late at night, I do put extra attention to my safety, which leaves me to only two public transportation Taxi or Bajaj(BJ).

Why those two? because in those two public transportation I don’t have to share with anyone else, which means the taxi or bajaj doesn’t have to stop to pick up other passenger, so I can get home faster. The faster I get home, the faster I get away from this scary Jakarta street at night.

Most people, when they want to save their transportation budget, they would pick BJ, while I think it doesn’t always work that way, because BJ is not always cheaper than taxi.

Here’s an illustration:

1.I take a cab with tarif atas from Salemba to Kayuputih

Taxi dude: Malam bu, selamat datang di taxi _____, kemana tujuan kita?
Me: Kayuputih pak
(quiet the whole trip or sometimes a light conversation with the driver, until I get home)
Me: (checking out the argometer reads on Rp.20.000, pay the fare), Makasih pak.
Taxi dude: Terima kasih, ibu telah menggunakan jasa taxi kami.

2. I take a cab with tarif bawah from Salemba to Kayuputih
Taxi dude: Malam bu, mau kemana?
Me: Kayuputih pak.
(quiet the whole trip or sometimes a light conversation with the driver, until I get home)
Me: (checking out the argometer reads on Rp.15.000, pay the fare), Makasih pak.
Taxi dude: Makasih, bu.

3. I take a bajaj from Salemba to Kayuputih, of course, the procedure is to deal the fare before you get in.

Me: BANG!! KAYUPUTIH YAAA!!! BERAPAAN???
BJ dude: LIMA BELAS!! (giving me 5 fingers)
Me: SEPULUH!!! (giving him 10 fingers)
BJ dude: DUA BELAS!!! (giving me 2 fingers, peace!)
Me: (giving him a finger, not the middle one).
BJ Dude; (nod and point his thumb to the back which means ‘get in’)
(noisy the whole trip there’s no way I have a conversation with the BJ dude, except the screaming saying… PAAAKKKK, DI DEPAN BELOK KIRII!!!, BELOK KANAAAANNNNN!!! STOOOOPPPPP!!!!)
Me:(giving the Rp.11.000) MAKASIH PAAAKKK!!
BJ Dude: MAKASIH NEENNG!!!

But the whole fare up there, didn’t really work lately, because I get a ride up to Pramuka from my class mate, Vanny. So she can help me save almost half of my tranportation money. From where she drop me off, It usually costs me about Rp.10.000 with Taxi Tarif Atas, Rp.8000 with Taxi Tarif Bawah, and amazingly, Rp.9000 with Bajaj.

However, after spending a week doing bargaining with many BJ dudes and comparing my taxi fares with BJ fares, Here’s something I have to tell you when you decided to take a BJ.

1. Tell the BJ dude, clearly with perfect articulation and loud enough voice where you are going, learn the bargaining sign language too!

2. DONOT bargain for the price. If you think that you know how much you should or usually spend, just get into the BJ.

3. Make sure that the BJ dude listens to your direction, because if not, he’ll go further than he’s supposed to, and he will use it against you, he’ll asl for more expensive fares and it’s all your fault.

4. When you get to your destination, get off the BJ, close the door, give the EXACT AMOUNT of the money to the BJ Dude. Example when you think that you should pay Rp.12.000, DONOT give him Rp.15.000 and ask for a change. Remember, you didn’t bargain for the fare in the beginning.

5. Quickly says thank you and leave him. DONOT look him in the eyes, stare, smile,give a puppy face or silly face or anything that makes him think that you will give him more money or your phone number.

But of course, we don’t always have to be that mean to the BJ Dude.
As for me, it doesn’t really matter whether I take a cab or a BJ. Whichever comes first, that’s what I’m riding to get home from Pramuka, again it’s all about safety.
Afterall, I usually just pay Rp.10.000 for any kind of transportation I take from Pramuka. If it’s a Taxi Tarif Atas, it’s the exact amount, when tarif bawah, he can keep the change, if it’s a BJ, well… the BJ dude probably thinks that he deserves it, because his fare is cheaper than taxi.

 

Kendaraan Umum, Umumnya Kendaraan (part 2)

Originally Posted on Thursday, 20 November 2008 at 14:58

===

Setelah berkutat selama 2 tahun lebih di Bali, saya kembali lagi ke Jakarta dan mulai berkenalan ulang dengan kendaraan umum.
Maklumlah, sudah agak lama… haha…
Tapi lucunya, saya malah jadi jarang menggunakan angkutan umum, kecuali terpaksa. (Forgive me motherearth, for contributing to global warming)
Jarak di Jakarta ini sangat jauh-jauh.. kemana-mana jauh… sebnarnya kalau naik mobil pun, saya harus berpegal-pegal melewati kemacetan Jakarta, belum lagi bensin nya…

Jadi ingat waktu ada interview kerjaan di daerah selatan, wah… jauh aja… dari awal udah agak-agak males, karena terlalu jauh dari rumah, kecuali bisa nawarin gaji yang bisa mengcover bensin saya bolak balik, jalan tol, dan mental disorentation saya selama dalam perjalanan (And I doubt that they will give that). Itu kalau naik mobil, bayangkan kalau saya harus naik bis? apalagi naik taksi?? waduuh… Kebayang kan kalau misalnya gaji sebulan cuma abis di ongkos ajaa… gw kerja bakti donk
Sama kasusnya waktu adk saya ada interview di daerah Bintaro, wah.. kl yang ini sih udah langganan macet, dari jaman saya SD dulu sampe sekarang bukannya tambah bener malah tambah parah. Cuma pingin ngasih tau adek ku tercinta… kecuali gaji lo gede banget, it’s not worth it…

So, belakangan ini saya sudah mulai malas melamar kerja ke perusahaan, karena rata2 kantor mereka berada di daerah yang cukup jauh dari rumah saya, bukan hanya jauh, tapi transportasi kesana yang tidak cukup descent, membuat saya rada-rada males. Mikirnya, kalo gini mendingan gw konsentrasi kuliah aja… kampus juga gak terlalu jauh dari rumah…

Dulu saya pernah nulis tentang Taxi VS Bajaj, tp ternyata, busway adalah alternative kendaraan umum yang paling cukup layak, nyaman, dan murah untuk saya ke kampus.
Walaupun saya pikir, saya masih rada-rada bego dalam hal perbusway an.

Kemarin saya naik busway dari matraman ke UI, deket sih… saya transfer dari koridor berapa ya.. itu lhow pulogadung-duku atas… Pas masuk ke halte matraman, saya lihat sudah sangat super penuh, sampe keluar-keluar di jembatan ngantri nya… tapi ya sudah lah.. saya liat di luar juga macet, jadi misalnya saya keluar pun, tidak akan berjalan lebih cepat…
Busway datang, orang berebut masuk, pintu sudah mau ditutup, masih ada yang maksa masuk. ck ck ck… *sambil geleng2*

semenit kemudian datang lagi busway yang lain, lebih longgar, dan mas-mas penjaga pintu bilang, “Sampai Senen! Sampai Senen!!”
Saya sudah masuk, tapi tidak semua orang berebut masuk… ada yang aneh….
Lalu saya nanya ke mas penjaga pintu, “Emang biasanya gak sampai Senen ya mas??”*muka bego*
Dia bilang, “Nyampe…” *muka sangat tenang pake seyum manis lagi
saya tambah bingung, “Trus, kenapa banyak yang gak naik?” *masih muka bego*
dia jawab, “Wah, gak tau deh mbak… mungkin mereka emang gak mau naik aja kali…” *logat tegal*
saya: “HEH????”
dalam pikiran saya, “Waduh, bagaimana kalau ini ternyata bis express yang langsung ke senen dan gak brenti2…” *terus menatap mas2 busway dengan pandangan curiga*
tiba-tiba mas2 busway teriak, “Siap-siap, St, Carolus!!”

Phew… ternyata busway ini tetap berhenti di setiap stop, cuma dia berhenti di Senen, gak sampai Ancol…
Dan saya sampai ke UI dengan selamat.

Untuk rute pulang, sudah dapat dipastikan pasti saya akan naik busway bersama mbak shinta. Walaupun ke halte busway nya kita tetap menumpang ke Vanny atau Rina. Dikarenakan atas dasar malas berjalan kaki di jembatan halte Matraman.

Mbak shinta yang super ramah ini membuat suatu pertemanan dengan tukang sobek karcis di halte Pramuka LIA. Ini benar-benar pertemanan yang menguntungkan karena kita tidak harus naik jembatan untuk sampai ke loket, tapi cukup masuk dari pintu samping, dan mas2 tukang sobek karcis akan dengan senang hati membukakan pintu untuk mbak2 yang cantik2 ini šŸ™‚ hehehe (jangan ditiru, nggak baek)

Tapi apa yang terjadi jikalau si mas2 ini libur??? seperti yang terjadi pada suatu malam.
Saya: “Wah, Jang (panggilang mesra saya buat mbak shinta) dikunci neh, mas2 nya mana??” *melongok2 bego*
Shinta: “Bukan mas2 yang biasa tuuh… MASS BUKAIN DOONKK!” *tatapan sok imut dan memelas*
Mas2 yang bukan biasa: “Mau kemana mbak??” *sok lugu*
Saya: “Pulang ke sono” *sambil nunjuk2 ke arah rumah*
Mas2 yang bukan biasa: “Ke halte mana?” *masih sok lugu*
Saya: “Pulogadung”
Mas2 yang bukan biasa: “Ooh.. tunggu bentar yaa…”*pergi ke dalam loket dan keluar dengan muka lugu tak berdosa* “Kunci nya di bawa cleaning service mbaak…”
Saya dan Shinta : *gubraaak*
Shinta: “Ya udah deh, saya manjat aja” *manjat pagar busway dengan cuek nya*
Saya: “Yaaah.. masa’ gw manjat juga jaangg?? *tetep ikutan manjat*
Mas2 yang bukan biasa: *menatap lugu*

PERHATIAN: Diatas bukanlah contoh yang baik, hati2 akan kehadiran John Pantau atau Polisi Busway (emang ada ya??)

Segilintir pengalaman dari hari2 saya ber busway ria….

 

Kendaraan Umum, Umumnya Kendaraan (part 1)

Filed under: Blog Ndableg! — kringetdingin @ 4:38 pm
Tags: , ,

Originally posted on Tuesday, 18 November 2008 at 09:07

==

Note ini semestinya saya tulis di awal tahun 2005 lalu…
Saat itu saya masih kuliah dan tergolong aktif dalam salah satu UKM kampus.

Di suatu hari yang cukup cerah di Depok, Saya, Rio,dan Ucup memutuskan untuk pergi berjalan-jalan keliling Jakarta dengan berbagai macam tujuan.
1. Membeli stok alat-alat fotografi
2. Bernegoisasi dengan pihak sponsor
3. Bertemu calon pembicara
4. Melihat pameran foto
5. Dll…

Hari itu adalah hari dimana saya merasakan hampir semua kendaraan umum di Jakarta.

Dari Depok ke Pasar Baru, kami memilih untuk naik kereta express, dan berhenti di stasiun Juanda.
Dari Juanda, kami naik ojek ke pasar baru. Setelah puas berbelanja, kami melanjutkan perjalanan ke salah satu kantor sponsor di bilangan gunung sahari naik bajaj. Setelah ngobrol2 dan bernegosiasi tentang sponsorhsip yang akan mereka berikan, kami harus meninggalkan tempat tsb dan menuju tempat selanjutnya di daerah Kemang.

Dari Gunung Sahari ke Harmony, kami naik angkot, lalu meneruskan perjalanan dengan busway
ke arah blok M. Di terminal Blok M, tiba2 hujan turun dengan derasnya dan kami berteduh di Blok M Plaza sembari makan siang. (Ucup pasti masih ingat saat mesra nya dia berpayung berdua bersama Rio dan meninggalkan saya tidak berpayung di belakang – masih dendam).
Dari situ kami tertarik melihat supir Kancil yang berkacamata hitam, dan berhubung kami bertiga, dan belum pernah naik Kancil, jadilah hasrat norak kami memaksa kami untuk menawar Kancil unutk ke Kemang. Saya harus akui, memang Kancil cukup luas, apalagi di dalamnya ada kipas angin, tapi ngomong-ngomong dimana para Kancil berada sekarang? kok jarang kelihatan yaa??

Di Kemang kami melihat pameran foto Tsunami, lalu ngobrol sebentar dengan Bli Deniek SUkarya yang akhirnya memberikan kita petunjuk untuk menemui Mas Roy Genggam.
Hari belum berakhir, kita harus ke London School, untuk bertemu seseorang senior fotografer lagi, Bang Edward Tigor… untuk sampai kesana kami naik Metro Mini ke Blok M dan melanjutkan perjalanan dengan busway.. however, we missed one stop, dan saat itu hujan sangat deras, yang memaksa kami untuk naik taksi… padahal jaraknya sangat dekat… argo taksi nya aja tidak sampai Rp.5000. Kami turun, bayar, dan dimaki supir taksi. šŸ™‚

Sungguh, hari yang melelahkan…

 

Jadi Penjahat Yuuk….

Filed under: Blog Ndableg! — kringetdingin @ 4:31 pm
Tags: , , ,

Originally posted on Monday, 4 August 2008 at 12:05

==

Akhirnya saya berhasil nonton Batman – Dark Knight.

FYI aja, di Bali ini bioskop cuma ada dua, yang descent cuma 1, jadi kebayang kan betapa ngantri nya?? Ini sih masih mending ngantri mulai jam 2, dapet nonton jam 9 malem bangku di depan.
Anyway.. that’s not what I want to talk about…

Saya lagi jatuh cinta sama Joker. Joker itu bener-bener gila, psycho!!
saya gak pernah kepikir bahwa akan ada orang sejahat itu dan dia berbuat semua kejahatan tanpa planning. Gilaaaa! Kreatif banget!

Tapi kalo dipikir-pikir, selama ini saya selalu memuja Batman yang ganteng dan kaya raya, sebenernya saya harus berterima kasih ke Joker. Karena tanpa Joker, Batman cuma jadi sekedar pahlwan bertopeng yg memberantas kejahatan kelas cemen. Karena keberadaan Joker lah, Batman menjadi superhero. Dan Joker rela menjadi penjahat karena dia sayang sama Batman… Baik yaa?? Nah loh?

Tapi bener lho… sosok Joker itu jadi pencerah diantara semua kasus yg cuma kriminal murni, misalnya ngebunuh 10 orang cuma buat ngambil, motor, kulkas, gelang.. iihhh.. males banget deh…. ngabisin nyawa tapi cuma diinget sebagai maling kelas teri yang jahat.

Satu quote yang saya suka dari Joker adalah, “You can die as a hero or live long enough to be a villain”.. itu inspiring banget..

Dan ditambah quote dari orang-orang tua… “Be the best at what you do.”
Itu membuat saya ingin menjadi… The Best Super Villain…
Dan saya berharap kalau saya menjadi The Best Super Villain, maka kita akan mempunyai The Best Super Hero…

Mungkin ini hanya rasa rindu dan frustasi saya kepada kehadiran sosok yang bisa diandalkan sebagai pelindung rakyat…

 

Badminton Fever

Filed under: Blog Ndableg! — kringetdingin @ 4:26 pm
Tags: , ,

Originally posted Saturday, 17 May 2008 at 10:04

==

Nonton pertandingan badminton itu ternyata cukup menyenangkan. Inget, saya bilang NONTON, bukan main badminton. Mainnyaā€¦ sangat melelahkan. Tapi coba dibandingin dengan main sepak bola, jelas banget kalau sepak bola jauh lebih melelahkan daripada badminton. 22 orang lari di lapangan seluas itu berebutan 1 bola, pingin rasanya ngasih mereka bola masing-masing 1 biar gak berebutan.

Entah kenapa semakin bertambah usia, semakin males rasanya untuk berolahraga, padahal waktu masih kecil dulu sepertinya kita gak pernah lelah untuk bermain. Salah satu permainan yang cukup menyenangkan ya bermain badminton. Inget saya bilang BERMAIN, bukan berolahraga. Tapi berhubung badminton adalah cabang olahraga, jadi saya meng klaim diri saya sebagai pecinta olahraga waktu masih kecil duluā€¦

Waktu masih kecil dulu, jaman2 SD, main badminton udah menjadi suatu kewajiban bagi semua anak di komplek perumahan, setiap sore jalanan komplek penuh dengan anak2 bermain badminton. Sepertinya jaman itu kalau tidak punya raket badminton dan shuttlecock bisa dimusuhin seluruh dunia, dibilang kuper lah, gak seru lahā€¦ Padahal mainnya juga di tengah jalan, dan gak pake net, jadi gak bisa dibilang badminton beneran. Intinya kan bisa ngebales pukulan…. Sekedar informasi aja, jaman dulu jalanan gak serame sekarang, apalagi di komplek perumahan. Kalaupun ada yg bawa kendaraan pasti pelan2, gak kaya’ sekarang jalanan komplek dibuat nge track.

Sebenernya sih ada lapangan yang dibikinkan khusus oleh bapak2 se RT buat anak2 supaya gak main di jalanan, tapi kan yang bisa pakai lapangan cuma dua orang, paling banyak 4 sekali main, jadi akhirnya lapangan itu jadi gak guna sama sekali. Lagian lapangan badminton itu net nya terlalu tinggi buat anak2, jadinya permainan ini gak selesai2, boro2 selesai, untuk mukul ngelewatin net aja susahā€¦

Saya ingat waktu harus merengek-rengek ke papa saya untuk dibelikan racket badminton karena hampir semua anak punya, akhirnya papa saya harus membelikan sepasang raket, karena waktu itu adik saya juga terkena demam badminton. Untung waktu itu anak papa saya yang sudah mengerti badminton baru dua orang.
Papa saya cukup senang karena anaknya minta di beliin raket badminton bukan minta di beliin mobil seperti anak boss nya. Dan raket badminton yang dibelikan ama sangat berguna, melihat saya dan adik saya selalu bermain badminton mulai dari pulang sekolah dan belum ganti seragam sampai maghrib dan harus masuk rumah dengan jeweran cukup menyakitkan dari bibi yang kerja di rumah. Dan papa saya cukup beruntung karena anaknya cuma 2 orang yang minta di belikan raket badminton.

Bayangkan seorang Papa Budi. Kenapa dibilang papa Budi, karena Budi adalah anak yang paling sering nampil di panggung 17-an, jadilah Budi yang paling ternama, makanya papa Budi itu lebih ngetop dibanding papa Anton atau papa Wati, walaupun itu adalah orang yang sama. Papa Budi punya 7 orang anak, 6 diantaranya sudah cukup besar untuk mengerti dan bermain badminton, yang paling yang paling besar sudah SMA dan yang paling kecil 5 tahun.

Papa Budi bingung karena harus membelikan 6 raket buat 6 orang anaknya. Tapi Papa Budi gak keabisan akal, Papa Budi sangat kreatif, dia bikin 6 buah raket dari triplek buat anak2nya, bukan seperti raket badminton, lebih mirip raket pingpong, saat semua anaknya bingung dikasih 6 raket dari triplek, anak2 yang lain terkagum2 dengan raket triplek, mereka sangat kagum dengan Papa Budi yang sangat kreatif. Pertamanya sih kami semua ketawa ngeliat raket triplek, tapi setelah dicoba, ternyata seru juga lhoā€¦ lebih enteng dan setiap cock nya kena raket triplek bikin bunyi yg cukup keras dan nyaring. Itulah yang akhirnya membuat kita semua menanggalkan raket badminton kita dan beralih ke raket triplek buatan Papa Budi.

Sekarang lagi musim badminton lagi, di komplek perumahan saya sepi2 aja, gak banyak anak2 yang berlarian dengan raket badminton, atau pun raket triplek. Anak2 lebih suka main badminton di PC, Orang dewasa nya lebih suka duduk di rumah nonton pertandingan badminton sambil bersumpah serapah keringetan marah2in pemain badminton Indonesia yang gagal mengembalikan pukulan. Kalo diajak main badminton yuk… jawaban andalan saya…
“Yah.. nonton aja deh… itu juga udah keringetan, sama aja kaaan???”

badminton

 

The Holiday : Jakarta Kaya Raya

Filed under: Blog Ndableg! — kringetdingin @ 3:42 pm
Tags: , , ,

Originally posted on Saturday, 26 July 2008 at 19:22

==

Setelah successfully resign dari The Beat, saya langsung meliburkan diri ke Jakarta, hal yang agak aneh, karena rata-rata orang Jakarta yang meliburkan diri ke Bali.. lihat saja sahabat saya Ninis, sepertinya dia berharap bisa menghabiskan lebih banyak waktu di Bali saat liburan nya kemaren, ya kan, bu? šŸ˜‰

At one point I felt a littles stressed out with Bali. (Sebenernya banyak kok yang stress kerja di Bali, cuma mereka tetap memilih untuk tinggal di Bali)
Bahkan teman saya, Iway merasa saya aneh, karena jarang ada kasus orang stress karena kelamaan tinggal di Bali yang penuh dosa ini.
Yang ada orang terlalu betah tinggal di Bali sampe males banget pergi/balik/pulang ke Jakarta. (hayo tunjuk tangan!!)

Dan seperti yang saya perkirakan, Jakarta tidak berubah, masih tetap sebagai kota metropolitan yang sadis. Yang sangat menyiksa saya sebagai wanita biasa-biasa saja.

Dimulai dengan minggu pertama saya di Jakarta dan dipanggil interview oleh sebuah perusahaan majalah yang sangat ternama (saya tidak akan menyebutkan nama perusahaan, krn banyak teman2 saya yg bekerja disitu). Setelah dua kali interview yang penuh dengan pelecehan terhadap diri saya, seperti secara blak-blak an mengatakan saya gendut, tidak stylish, tidak fun enough( walaupun fun itu menurut saya relatif), dan alasan yang sangat tidak senonoh untuk diucapkan oleh sorang wanita sekelas dia, bahwa saya sudah menikah jadi tidak pantas bekerja di majalah tersebut. Akhirnya saya pun tidak berharap untuk bergabung lagi. Diskriminasi berdasarkan status. Ini status saya menikah, bagaimana kalau janda, atau tinggal serumah tanpa menikah dengan lawan jenis? Sebetulnya apa urusan mereka ya??

Menurut Ninis, orang yang sudah menikah prioritas nya sudah beda… mungkin mereka tidak akan spending more money on trying to find who they really am… beda kalau yg msh single, mereka lebih eager untuk mencoba hal2 baru yang ‘Fearless’. Saya sih udah gak segila itu mungkin… sekarang saya sudah lebih menghitung dari segi ekonomis dari segala hal. Dibilang dewasa, mungkin tidak juga.. cuma lebih perhitungan… lebih berfikir apa yang penting apa yg tidak penting, da seberapa besar nilai investasi nya ke saya.
Contoh: Bungee Jumping kalau saya harus bayar, itu tidak penting dan buang uang. Tidak ada yg mencap saya fearful kalau saya tidak pernah bungee jumping. Tapi kalau ada yang bayarin, itu lain cerita.. itu namanya kesempatan.

Ngomongin gendut juga, saking banyak nya klinik tempat menguruskan diri di Jakarta, saya agak menyesal tidak mencoba menjadi kurus dalam waktu sebulan kemarin šŸ™‚ Apalagi saya tidak sempat peeling/scrubbing atau apalah biar jadi putih di Erha (ini kata adik saya Tracy yg msh SMA tapi perawatan kulitnya harus di Erha)

Bukan di Jakarta namanya kalau tidak menjadi kaum yang konsumtif.
Lagi pula seumuran saya ini sudah masuk pada klasifikasi eksekutif muda kalau suami saya lebih suka term ‘legislatif muda’. Kalau mau bertanya ttg being an es-mod and konsumtif… saya rasa beberapa orang2 yang saya tag ini bisa dengan panjang lebar menjelaskan šŸ˜‰

Ngopi2 di Starbucks? Coffee Bean? Itu sudah menjadi kewajiban saya tiap sore. Nggak tau kenapa, kalau mau ketemu teman… atau cuma pingin duduk2 ngaso setelah shopping like a maniac, sepertinya emang cocok kalau nongkrong di warung kopi kelas dunia hahaha šŸ™‚
Gak cocok sepertinya kalau bawa-bawa kantong belanja dari Nine West, Jimmy Choo, Braun Buffel, LV (ini merek favorite mami saya), dsb kl nongkrongnya di food court.
Harus naikin standard, biar terlihat keren.
Ke mal pun harus dandan, pake baju rapih, sandal high heel, tas yang matching, dsb… Kalo kayak gini, jalan nya bisa pegel2…
Tapi seperti kata adik saya Nane, “Beauty is painful, and no pain no gain.”
Typical Jakarta woman, I guess… (Eksekutif muda, penuh gairah, fresh graduate dari universitas negri paling ternama di Indonesia.)
Correct me if I’m wrong, kita ini kan ke pasar bukan ke kondangan??
Dengan anugrah credit card dari bank2 yang memungkinkan kita untuk membeli tanpa harus tersedia uang cash, apapun bisa digesek, masalah lecet? itu belakangan. (itu berlaku untuk saya, at least…)

Macet di jalan? biasa banget sih? “Jangan kayak orang norak deh, Jakarta emang macet kaleee…” Wah wah… katanya makin banyak rakyat miskin, tapi mobil makin banyak aja. Harga BBM makin tinggi, juga gak ada pegaruh nya… kita kan orang berduit… sudah sewajarnya beli BBM tanpa subsidi… jadi naik harga BBM.. yaah seluruh dunia juga naik…
“Jangan kayak orang susah deh, beli donk BBM yang gak disubsidi” itu quote yang menurut saya paling masuk di akal saat ini, dan langsung akan disetujui oleh kawan saya Bange yg kerja di Pertamina :-))

Untungnya saya sempet bisa berjalan-jalan ke Medan dan Palembang, jadi saya tidak harus selalu menjadi konsumtif di Jakarta, tapi jadi konsumtif di Medan dan di Palembang hahahaha :-))

Karena awal mula alasan ke Jakarta adalah untuk ikutan test masuk S2, jadilah saya mengikuti S2. Wah, senang sekali rasanya bisa balik ke Depok, setelah bertahun2 saya berjanji tidak akan kembali lagi ke tempat terkutuk itu, karena mengingatkan saya pada masa2 durjana dimana saya masih menjadi mahasiswi bermasalah :-))

Ternyata penyakit Jakarta udah merambah ke Depok juga, ya iya laah.. kan sebelahan… dengan adanya mal-mal yg berderet sepanjang jl Margonda, sepertinya wajar donk kalau jalanan yg dulu nya udah macet banget, sekarang jadi AMAT SANGAT SUPER MACET BANGET SEKALI.
Bahkan Rio Pranoto pun yang dulunya sangat bangga dengan Depok (walaupun tidak menjadi bagian dari Jakarta dan selalu di anggap daerah pinggiran) sekarang sudah mengeluh dan memilih untuk tidak mengendarai kendaraan pribadi karena tidak mungkin bisa tidur sambil berkendara. Kecuali teman saya Adit, yang semakin gaya aja dia dengan mobil baru nya… sepertinya gak masalah kalau tetep harus tinggal di Depok, semakin lama di mobil semakin asyik, bisa tebar2 pesona mungkin kalau lewat kampus2 yang bertebaran sepanjang Lenteng Agung.

Ngomongin berkendara, orang yang paling mebuat saya mual, pusing, dan jantungan setiap naik mobil adalah adik saya, Dipo. (hanya terjadi kalau dia yang menyetir). Hobinya adalah menggerung-gerungkan gas, zig zag, membunyikan klakson dengan berbagai macam gaya (kadang putus2 pendek, kadang panjang nonstop, kadang panjang pendek panjang pendek, dsb), ngebut, pindah-pindah jalur, tidak menjaga jarak (sudah pasti lah), dan marah setiap ada yang menyalip.
Awal mulanya memang dia yg belajar nyetir paling duluan di rumah, tapi ternyata pengalaman lama menyetir tidak berbanding lurus dengan kenyamanan yang diberikan. Ditambah lagi kalau dikasih tau akan marah, apalagi kalau dimarahin. Bisa habis kita dimaki-maki. A real Jakarta driver.

Tentu saja, kadang saya memilih untuk di rumah saja, termasuk saat saya memotret anak dari sahabat saya, Telly. Saya minta dia datang ke rumah saya saja. Saya gak nyangka kalau Telly akan datang dengan seluruh keluarganya.. wahhh seneng banget bisa akhirnya ketemu teman lama beserta seluruh keluarga nya udah sekitar 14 tahun-an gak ketemu, dan pas ketemu masing-masing dari kita udah punya anak šŸ™‚

Ngomongin anak, Enzo telah terbiasa memakan Burger King. Dia bukan lah anak yang suka makan burger. Saya sudah mencoba memberikan dia berbagai macam burger, mulai dari McD sampai Hard Rock’s dia gak suka. Entah kenapa dia bisa menghabiskan 1 junior whopper sendirian. Sekarang saya kelabakan karena di Bali gak ada Burger King.

Sulit rasanya untuk kabur dari this demanding city, gimana juga, saya harus balik ke Jakarta untuk meneruskan kuliah (btw, saya diterima di program S2 yang saya inginkan), sangat sangat ingin meneruskan kuliah, dan kendala terberat adalah “Living in Jakarta”.
Kota yang sadis, tapi ngangenin.

Dan ketika saya kembali ke Bali, seperti berlibur lagi rasanya…
Lho, tapi kan tadi saya berlibur ke Jakarta bukan???
Yah biarlah… hidup saya ini emang harus penuh dengan l/hiburan. šŸ™‚

==
Comments:

Yuvinta Riandisty:
sedikit komentar ttg “majalah wanita ternama ibukota”… gw juga mengalami pelecehan yang sejenis! komentar2 ga sopan ttg penampilan dari ujung rambut sampe ujung kaki, padahal yg komen sama sekali ga sadarkan diri akan rupanya >__<.. itu dia nyari2 alesan aja deh kayanya, udah nikah kek, janda kembang kek, perawan tua kek, SMUA juga salah kalo udah ada sesuatu yg mereka ga suka dari kita.. hahaha… sabar ya bu šŸ˜›

Rio Pranoto:
walaupun gw gak mendapat perlakuan semena-mena dari majalah ternama tersebut…. tapi hingga kini nasib gw gak jelas…. jadilah gw udah gak berharap lagi dari mereka.

Depok semakin parah… macetnya menjadi-jadi…. gw pernah anterin abang ke Pasar Minggu pada jam5.30 pagi utk naik damri…. gw cukup syok melihat jalanan dari Depok ke Pasar Minggu pada jam segitu udah padat…. gw lebih suka naik kendaraan umum daripada kendaraan pribadi walaupun gw punya kendaraan pribadi…. walaupun sama-sama terkena macet setidaknya gw bisa baca buku atau pun tidur, yang mana susah dilakukan apabila membawa kendaraan pribadi…

Biyung Nana:
ow pantesan tiap beberapa bulan sekali selalu ada iklan loker nya..

*komen sok teu*

Telisa Sudibyo:
liburan oh liburan… jadi pengen liburan…
miii… keterima ya? selamat yaaa… asyeeekk deh aw~

Erfan MK:
Emang sebaiknya orang harus terbiasa berjalan-jalan _dalam rangka liburan tentunya_ karena dengan berjalan ke tempat baru dan dengan suasana liburan biasanya membuat pikiran kembali tercerahkan. Ganti tempat ganti suasana, penting untuk tidak cepet bosan. Apalagi untuk orang yang gampang bosenan. Jadi bersuasanalah liburan selalu anywhere you are.

Rafita Firkananda:
setuju sih, emang perlu liburan ke tempat2 menghibur biar ga penat sm kerjaan.. tapi jakarta is a silly choice! it's such a dead end!
kalo buat S2, UI is the best place.. but for spending holiday, NO WAY man! but having a trip to Bali & Lombok to catch up deadlines is also shitty!

 

Ending Hunger (?)

Filed under: Blog Ndableg! — kringetdingin @ 3:03 pm
Tags: , , , ,

Originally posted on Monday, 2 June 2008 at 09:10

===

Remembering the time when I was back in university… out of my 5 years of study, I spent more than 2 years being a volunteer for an NGO which mission is to end world hunger.

Of course, it was local NGO, We helped WFP to distribute the rice, and more things, giving out counseling to the poor, educating some people on how important it is to have a perfect balance of nutrition in their everyday diet. There were so many things that we did. All of them are in Indonesia. Seems like our work was never done, there was always another new starving family every month, and I could bet that there were a lot more that weren’t even listed in our list of poor family, yet, they’re still living in deep poverty more than you could imagine.

Sometimes you could drop your tears just looking at the whole image of people lining up for rice, not really sure, if you can actually think clearly if you see kids crying of hunger, faces of mothers who couldn’t afford to feed their children.
This is the time when you don’t know whether you should be using your feeling and give them as much food as we could, or sometimes you just have to be straightly logical that you don’t have much that you could give.

Other than the crying episodes, we also had our angry episodes.
Where there are not many company that could sponsor us. Seriously, do you think just by being a volunteer we make a lot of money? We didn’t get much. Sometimes I had to pay for my own taxi fare, and back then it costed me over Rp.100K to go home from work. The only reimburse I got was a bus reimburse of Rp.10K, and almost every night I had to go home pass midnight, and there was absolutely no bus that late, beside going home alone by bus after midnight is not the safest way of traveling home for a girl in Jakarta.

Other than paying off more than I got reimbursed for, I also had to go around Jakarta meeting people from WFP, Unicef, ILO, and all those INGO so that they could sponsor some of our program.
Some people looking at us like beggars, they didn’t even care that we existed, they didn’t even thank us for going all the way to the small villages that they didn’t feel like it’s safe to go. So who’s gonna go there if not the smaller NGO that they’ve approved to distribute the donations.

When we decided to ask from sponsors outside the INGO, we started going to some of the biggest food company in the country, we had a couple of boxes of biscuits and shirts, and some money that was just enough for our transportation. And they thought that they were just so great for giving us some biscuits to distribute and giving us a couple of million rupiahs for our operational cost. We were thankful for what they gave us, at least they contributed something. But then again, we still had to dig our own pocket for more operational costs.

Not only all the volunteer were just poor students, we had to stay over at the office sometimes, and leaving our parents stressing out at home for their kids that hadn’t come home for the last few days.
We got yelled A LOT by our parents, it’s a good thing if our parents didn’t have a heart problem, but one of parents did. That’s when we felt very guilty. We were caring so much about other people, but we’ve been neglecting our family’s feelings at home.

One day, we got an idea of making an event, so people would notice us as a big NGO, this of course, will help us finding more sponsors. When we want to have an event, it will be great, if we ask some celebrities to join the event, but none of them would actually do it for free. What?? Man, this is a charity program and you still asked for money from us, the poor volunteer who sometimes had to borrow money to buy us some food so that we wouldn’t be ending up starving?
Catch 22… We need to be big to get sponsors, and yet, we will never get big without sponsors.

Watching the infotainment this morning on how all these celebrities having a big event “Ending World Hunger”, I can finally smile, maybe this time they were not paid to sing on the stage.

The other good thing is that the NGO that I was in, has been getting some sponsors, which is good, at least, this time they didn’t have to go through all the troubles that we went through. Sometimes I feel like popping by the office and just say hi to the current volunteer, I hope to see all the smiling face that show that they’ve gone through much better condition than when I and my other volunteer friends did back then…

 

Kerbau VS Banteng

Filed under: Blog Ndableg! — kringetdingin @ 2:56 pm
Tags: , , ,

Originally posted on Tuesday, 17 November 2009 at 23:58

==

Iseng2 mikirin prilaku hewan…

Kerbau sering dijadikan symbol kemalasan adalah sebutan untuk manusia kerjanya tidur saja, atau yang
berperilaku sex bebas (kalau lagi kumpul). Sedangkan sapi dipandang positif karena susu segar non melamin. Dan banteng, meskipun kuat dan berani mudah terpancing terutama kalau lihat warna merah.

Kerbau memiliki nama latin Bos Bubalus, sering kali dijadikan kurban untuk upacara tertentu dan biasanya ada syarat-syaratnya (terutama pada bagian tanduknya). Beberapa jenis kerbau antara lain kerbau buluh seruas, kerbau bungkal putih, kerbau cepah, kerbau julang, dll.

Peribahasa yang juga menuturkan identitasnya seperti kerbau dicocok hidungnya.
Sapi disebut juga dengan lembu, binatang liar yang telah mengalami proses penjinakan atau hasil persilangan untuk keperluan komoditas.

Di India, sapi dianggap sebagai dewa, ditandai dengan patung nandini (lembu putih), jadi tak boleh dimakan. Jenis-jenisnya antara lain sapi potong, sapi kebiri, sapi perah, dll. Peribahasa yang juga menuturkan identitasnya menjadi sapi perahan.

Banteng, adalah salah satu spesies mamalia yang dilindungi undang-undang. Dan banteng terbilang binatang populer di negeri ini, karena terpampang dalam lambang negara, sehingga tidak sedikit partai politik atau organisasi yang menggunakan banteng sebagai simbol atau lambang.

Banyak kisah atau dongeng yang menceritakan keberanian dan kegagahan banteng melawan kejahatan, menuju kebenaran abadi. Dongeng-dongeng yang beredar ini, bukan tanpa dasar. Nenek moyang kita zaman dahulu memang sempat mengalami masa keemasan banteng ini.
Namun terkait dengan ā€œkelemahanā€ sang banteng, kita semua mengenal pertandingan matador, dan banteng selalu dikalahkan lantaran terpancing perhatiannya dengan warna merah. Teknik pengalihan perhatian ini selalu digunakan hingga kini. Anehnya banteng tidak pernah bisa belajar?

 

Politik Phytagoras

Filed under: Blog Ndableg! — kringetdingin @ 2:51 pm
Tags: , ,

Originally posted on on Wednesday, 2 September 2009 at 09:37
===

Sewaktu kita masih duduk dibangku SMP kita diperkenalkan dengan dalil Pythagoras, yang menyatakan bahwa kuadrat hipotenusa (sisi miring) dari suatu segitiga siku-siku adalah sama dengan jumlah kuadrat dari kaki-kakinya (sisi-sisi siku-sikunya).

a^2 + b^2 = c^2

Walaupun fakta di dalam teorema ini telah banyak diketahui sebelum lahirnya Pythagoras, namun teorema ini dikreditkan kepada Pythagoras karena dia lah yang pertama membuktikan pengamatan ini secara matematis.

Pythagoras dan murid-muridnya percaya bahwa segala sesuatu di dunia ini berhubungan dengan matematika, dan merasa bahwa segalanya dapat diprediksikan dan diukur. Dia juga percaya dengan keindahan matematika, karena menurut Phytagoras segala fenomena alam dapat dinyatakan dalam bilangan-bilangan atau perbandingan bilangan.

Phytagoras juga percaya bahwa harmoni terjadi berkat angka. Bila segala hal adalah angka, maka berarti segalanya bisa dihitung, dinilai dan diukur dengan angka dalam hubungan yang proporsional dan teratur. Karena itu angka-angka tersebut dapat membentuk sesuatu menjadi harmonis, seimbang. Dengan kata lain keseimbangan, tata tertib dan harmoni tercipta lewat angka-angka.

Dari Pythagoras juga kita memperoleh pelajaran bahwa jawaban untuk suatu masalah dalam ilmu pengetahuan dapat membuka kemungkinan munculnya pertanyaan-pertanyaan baru. Untuk setiap pintu yang kita buka, kita akan menemukan pintu tertutup lain di belakangnya. Pada akhirnya pintu-pintu ini juga akan dibuka dan kita akan menemukan jawaban dalam dimensi pemikiran yang baru.

Kelemahan doktrin Pythagoras adalah tidak hadirnya angka nol dalam dasar pemikirannya. Hal ini wajar karena menurut kamus Yunani angka nol itu tidak ada atau tidak dikenal. Menggunakan angka nol bahkan dianggap melanggar hukum alam, karena nol itu sama dengan tidak dijumpai dalam fenomena alam.

Selain filsuf dan pakar matematika, Phytagoras juga pemimpin sebuah mazhab yang disebut Phytagorean, campuran antara mistisisme dan sains. Mazhab ini punya pandangan bahwa ada tiga jenis manusia di dunia. Pertama, orang-orang yang datang untuk membeli dan menjual. Kedua, para aktor pemain. Ketiga, para penonton. Pandangan ini cocok dengan kondisi politik Yunani waktu itu, yang sedang diperintah oleh seorang tiran.

Untuk pandangan terhadap sebuah negeri juga bisa di rumuskan secara Phytagoras. Penguasa dianggap sebagai hipotenusa sebuah segitiga siku-siku yang kalau dipangkatkan, kekuasaannya sama dengan jumlah kwadrat kedua sisi yang lain. Berkat perpaduan kedua sisi lainnya itulah sisi miring atau raja memiliki sudut kekuasaan paling besar. Lalu sisi yang tergeletak di bawah adalah penonton atau rakyat, yang kepala dan kakinya dipakai pijakan sisi miring dan sisi tegak. Sisi tegak itu adalah para pembantu atau tim sukses penguasa, yang juga bermain dalam kekuasaan saat junjungannya naik tahta.

Artinya, bila para pembantunya makmur, penguasa akan lebih makmur, tapi sayang rakyat yang disisi bawah makin terjepit dan tertindas. Padahal hakekat rumus Phytagoras dapat sebaliknya, dengan memberikan kemakmuran atau kesejahteraan rakyat, sang penguasa juga turut makmur, tapi apakah para tim sukses rela? Anda bayangkan sendiri negeri kita dengan rumus Phytagoras ini, kira-kira sisi tegak dan sisi bawah lebih panjang yang mana ya?

 

Repost: Mulai Dari Kantor Pajak Sampai Roti Boy

Filed under: Blog Ndableg! — kringetdingin @ 2:42 pm
Tags: , , , , ,

Saya gak bisa mindahin facebook notes ke wordpress.. hiks…
Intinya karena ada di facebook jadi gak bisa dipindahin…
Padahal ada beberapa tulisan saya yang mau saya repost….

Like this one… Karena sepertinya belum juga berubah ceritanya šŸ™‚

Posted : January 4, 2009

==
Curhatan awal tahun… boleh kan??

Bermula dari saya main-main ke kantor pajak Jakarta Timur, saya bilang main-main karena saya tidak mendapatkan apa yang saya inginkan disana, NPWP. Jadi anggap saja jalan2 tanpa kepentingan. Saya datang ke kantor pajak Jakarta Timur, tujuan utama, mendapatkan NPWP. Tapi yang saya temui di dalam kantor pajak adalah antrian yang tidak jelas, manusia-manusia bergumpal-gumpal, tanpa ada satu orang pegawai yang menunjukan kemana saya harus mendaftar. Akhirnya saya melihat ruangan kecil di ujung bertuliskan ā€œTempat Pendaftaran NPWPā€ lalu saya masuk, dan lagi, saya melihat gumpalan-gumapalan manusia di ruangan sempit tersebut. Untunglah saya melihat ibu-ibu berseragam kantor pajak yang terlihat sibuk karena semua orang bertanya kepada dia, saya juga donk, siapa suruh di depan tidak ada resepsionis atau customer service, atau konsultan, atau apalahā€¦ lalu saya mulai berebut bertanya (karena kan semua orang begitu, kalau saya antri, apa jadinya??)

Saya: ā€œBu, bagaimana saya mendapatkan NPWP?ā€
Ibu Pajak:ā€œIsi formulir, lalu ikut mengantri di luarā€

saya ambil formulir, lalu hanya untuk memastikan bahwa saya di antrian yang benar saya tanya lagi, ā€œKTP saya Jakarta Selatan, saya tetap boleh daftar disini kan?ā€

Ibu Pajak: ā€œWah, gak bisa, harus ke kantor pajak Jakarta Selatanā€

Saya: ā€œBukannya sistemnya udah online bu?ā€ (terinspirasi iklannya yang pada daftar ke mobil pajak, jadi logikanya bisa daftar dimana aja)

Ibu Pajak: ā€œGak bisa, kita gak online, harus ke Jakarta Selatan.ā€

Saya: ā€œWah, jauh juga yaā€¦ kalau daftar lewat internet bisa gak bu?ā€

Ibu Pajak: ā€œCoba aja daftar lewat internet, palingan lebih lamaā€ (tersenyum penuh kemenangan)

Saya: ????

Saya jadi heran, udah ngeliat antrian yang berantakan, tapi gak ada juga petugas pajak yang turun tangan ikut membantu. Lalu apa gunanya registrasi online lewat internet yang selama ini di promosikan lewat iklan-iklan di TV? Saya sudah mencoba, tapi memang tidak ada respond dari pajak.go.id nya sendiri. Mestinya pendaftaran lewat internet ini bisa mengurangi antrianā€¦ tapi kenapa sepertinya itu tidak berlaku ya?
Anehā€¦ kenapa memberlakukan sesuatu yang mereka gak mungkin bisa meng-handle nya. Semua orang disuruh bayar pajak, bahkan untuk mendaftarkan NPWP saja susahā€¦
Saya juga sempat bertanya-tanyaā€¦ kalau misalnya penghasilan saya lebih rendah daripada para wajib pajak, apakah saya akan mendapatkan ā€˜income tax returnā€™? tapi kenyataannya tidak. Aneh bin ajaib memangā€¦ lalu tahu darimana mereka kalau saya tidak berpenghasilan? Bisa saja saya mengaku hanya ibu rumah tangga biasa, tidak berpenghasilan, walaupun pada kenyataannya saya mempunyai peghasilan yang lumayan dari usaha saya, toh gak ada juga yang bisa melacak, ya kan? Ya sudahlah.. urusan pajak ini saya maafkan… ada yang bilang ke saya, kalau urusannya sama negara, kita ngalah aja…mau dianiaya juga, pokoke mereka yang bener dah….

Anywayyyy….
Saya cukup beruntung, tahun baru ini saya bisa pulang ke Bali. Karena saya mendapatkan promo tiket murah, heheheā€¦ saat itu sih plannya pas malem tahun baru mendayagunakan teman2 yang bekerja di club supaya dapet invite gratis… hahaha… giliran invitation sudah ada, tiba2 saya MALES mode on…

Sebenarnya sih saya kurang begitu suka keluar di saat malam tahun baru, karena sudah menjadi rahasia umum kalau malam tahun baru itu pasti macet dan crowded.
Kalau naik mobil, jangan harap bisa bergerak, naik motor, boleh lahā€¦ tapi tetap saja, macet! Beberapa teman-teman menyayangkan saya yang ke Bali hanya di rumah saja saat new yearā€™s eve, saya tidak merasa kehilangan apapun, saya pikir, lebih baik saya bersenang-senang di rumah yang hangat bersama keluarga dibanding keluar dan mengantri! Mengantri di jalan, mengantri untuk masuk ke club, mengantri untuk membeli minuman, mengantri kamar mandi, mengantri keluar saat udah mulai kehilangan kesadaran, dsb dsbā€¦

Saya pikir setelah malam tahun baru orang-orang akan lelah dan tidak keluar di tgl 1 Januari, saya salah. Sore itu saya dan suami terjebak kemacetan di sepanjang jalan menuju Discovery Mal, Kuta. Alhasil, mobil saya parkir di pinggir jalan, saya jalan kaki sekitar 500 meter ke Discovery Mal. Hanya untuk melihat manusia mengantri.

Memang urusan antri mengantri ini sering mengesalkan. Belum lagi mengantri buku rapor. Itu juga lamaaaaa sekali, saya heran pada membicarakan apa sih orang tua murid dan guru tersebut? Kalau mau curhat jangan sambil ambil raport donkā€¦

Intinya budaya antri ini emang rada-rada susah diimplikasikan ke budaya kita. Gak usah jauh-jauh, ngantri makanan di kawinan aja masih banyak yang sering nyerobot kayak udah nggak makan 7 tahun.

Pengalaman adik saya waktu dia masih kecil, umur 5 tahunan, ada ibu-ibu yang menyerobot dia saat cuci tangan di KFC, Dan saat itu adik saya SEDANG mencuci tangan, kurang aja sekali kan ibu-ibu itu??
Sekarang, kalau ibu-ibunya aja memberi contoh buruk, gimana nanti anak-anaknyaā€¦ menurut pepatah, ā€œGuru kencing berdiri, murid kencing berlariā€

Suami pun entah kenapa selalu tergoda untuk mengantri di RotiBoy, yang antriannya tidak jelas dimana mulainya, akhirnya kita hanya berdiri dibelakang orang yang terakhir mengantri. Setelah menunggu sekian lama, ternyat si mbak-mbak RotiBoy sialan itu berkata, ā€œMaaf, pak ngantrinya mulai dari sanaā€ sambil menunjuk ke antrian panjang yang tadinya tidak ada saat kami pertama datang. Kenapa nggak bilang dari tadi? Dia juga lihat kan kalau di belakang kami juga panjang antriannya. Kenapa harus mulai mengantri dari awal padahal kami sudah mengantri jauh lebih lama sebelum antrian yang mereka buat valid itu ada. Mulai dari detik itu saya menyatakan ANTI ROTIBOY.

Memaksakan budaya antri gak akan mungkin terjadi, karena emang kitanya aja ā€˜ndablegā€™ apalagi kita punya peribahasa ā€œLain padang lain ilalang, dimana bumi dipijak disitu langit dijunjungā€, yang intinya, selama lo masih tinggal di Indonesia, ya gak usah repot-repot antri dengan baik, toh itu bukan budaya kitaā€¦
Jangan lupa, budaya kita juga budaya toleransi, jadi kalo ada yang ngawur-ngawur di sistem antrian, mbok ya di toleransi-kanā€¦